ANTROPOSENTRISME,.BIOSENTRISME DAN EKOSENTRISME,.TEOSENTRISME

1.ANTROPOSENTRISME
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang
mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.


2.BIOSENTRISME DAN EKOSENTRISME
Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrism).

3.TEOSENTRISME
Teosentrisme merupakan teori etika lingkungan yang lebih memperhatikan lingkungan secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Pada teosentrism, konsep etika dibatasi oleh agama (teosentrism) dalam mengatur hubungan manusia dengan lingkungan. Untuk di daerah Bali, konsep seperti ini sudah ditekankan dalam suatu kearifan lokal yang dikenal dengan Tri Hita Karana (THK), dimana dibahas hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan (Palemahan).






OLEH:
4. Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Pada hakekatnya pembangunan berkelanjutan merupakan aktivitas memanfaatkan seluruh sumberdaya, guna meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat manusia. Pelaksanaan pembangunan pada dasarnya juga merupakan upaya memelihara keseimbangan antara lingkungan alami (sumberdaya alam hayati dan non hayati) dan lingkungan binaan (sumberdaya manusia dan buatan), sehingga sifat interaksi maupun interdependensi antar keduanya tetap dalam keserasian yang seimbang. Dalam kaitan ini, eksplorasi maupun eksploitasi komponen-komponen sumberdaya alam untuk pembangunan, harus seimbang dengan hasil/produk bahan alam dan pembuangan limbah ke alam lingkungan. Prinsip pemeliharaan keseimbangan lingkungan harus menjadi dasar dari setiap upaya pembangunan atau perubahan untuk mencapai kesejahteraan manusia dan keberlanjutan fungsi alam semesta.Sistem masukan dan keluaran dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan, dapat dikontrol dari segi sains dan teknologi. Penggunaan perangkat hasil teknologi diarahkan untuk tidak merusak lingkungan alam, serta bersifat ‘teknologi bersih’, dan mengutamakan sistem daur ulang. Arah untuk menjadikan produk ramah lingkungan, dan menekan beaya eksternal akibat produksi tersebut harus menjadi orientasi bagi setiap usaha pemanfaatan sumberdaya alam untuk kesejahteraan masyarakat. Mekanisme pengaturan keseimbangan sistem masukan dan keluaran akan ditentukan oleh kepedulian atau komitmen sumberdaya manusia, sistem yang berlaku, infrastruktur fisik, sumberdaya lain yang dibutuhkan. Dengan prinsip keterlanjutan, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan perlu disusun dalam arah strategis untuk menyelamatkan aset lingkungan hidup bagi generasi mendatang. Upaya peningkatan kesejahteraan manusia harus seiring dengan kelestarian fungsi sumberdaya alam, agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga dan potensi keanekaragaman hayati tidak akan menurun kualitasnya.
OLEH:
5. Tata Ruang dan Pengelolaan Lingkungan
Tata ruang adalah wujud struktural pola pemanfaatan ruang, baik yang direncanakan maupun tidak, sedangkan yang dimaksud ruang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan. Kegiatan manusia dan makhluk hidup lainnya membutuhkan ruang untuk berbagi lokasi pemanfaatan ruang.Lingkungan hidup sebagai media hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan unsur alam yang terdiri dari berbagai proses ekologi merupakan satu kesatuan yang mantap. Sehingga perencanaan dan pengelolaannya harus memperhatikan lingkungan hidup yang sesuai dengan dasar dari pembangunan berkelanjutan.Perencanaan dan pengelolaan lingkungan hidup harus di dasarkan pada prinsip Pembangunan Berkelanjutan (PB) yang berwawasan lingkungan. Komitmen untuk mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial dalam melaksanakan Pembangunan Berkelanjutan harus dilakukan secara konsisten, melalui pendekatan holistik. Dengan demikian, setiap usaha untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan, perlu didasari dengan semangat kebersamaan, kemitraan, keberlanjutan dan akuntabilitas pada semua fihak yang terkait dengan Pembangunan Berkelanjutan. Kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keberlanjutannya merupakan tugas bersama dari pemerintah, swasta dan masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH), dan bertumpu pada kemitraan pemerintah dan masyarakat. Upaya untuk memperluas jangkauan kepedulian dan kesadaran lingkungan hidup perlu terus ditumbuhkan, agar dapat mengikat komitmen semua fihak yang terkait guna terwujudnya Pembangunan Berkelanjutan. Untuk itu diperlukan panduan integrative untuk dapat secara nyata memasukkan pertimbangan lingkungan ke dalam seluruh perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di Indonesia.
OLEH:
6.Etika Egosentris
Etika egosentris adalah etaika yang berdasarkan ego (diri). Focus etika ini
adalah suatu keharusan untuk melakkukan tindakan yang baik bagi diri, self.
Kebaikan individu adalah kebaikan masyarakat merupakan klaim yang dianggap
sah. Orientasi etika egosentris didasarkan pada filsafat individualisme dengan
pandangan bahwa individu merupakan atom sosial yang berdiri sendiri (J.
Sudriyanto, 1992: 14).
Menurut Sony Keraf (1990: 31) etika egosentrisme mempercayai bahwa
tindakan setiap orang pada dasarnya bertujuan mengejar kepentingannya sendiri
dan demi keuntungan dan kemajuannya pribadi. Dengan demikian manusia
merupakan pelaku rasional dalam mengusahakan hidup dengan memanfaatkan
alam yang berdasarkan pada kenyataan pandangan yang mekanistik.
Teori sosial liberal merupakan penopang utama pandangan atomisme
tersebut. Lima point pokok sebagai ajaran dalam atomisme itu yakni: a)
pengetahuan mekanistik mengasumsikan bahwa segala sesuatu terdiri dari
bagian-bagian yang terpisah. Jika atom-atom merupakan komponen dari alam,
maka manusia sebagai atom merupakan komponen riil dari masyarakat b)
keseluruhan merupakan hasil penjumlahan dari bagian-bagian. Jika demikian,
maka masyarakat pada hakikatnya merupakan penjumlahan dari individuindividu
sebagai pelaku yang rasional c) pandangan mekanistik menerima asumsi
bahwa sebab yang datang dari luar berlaku dalam bagian-bagian internal. Oleh
karena itu hokum dan aturan-aturan yang dating dari penguasa sebagai bagian
eksternal akan dipertimbangan oleh masyarakat secara positif d) perubahan
keseluruhan terjadi karena perubahan pada bagian-bagian, sama halnya dengan
masyarakat yang perubahan bangunannya dipengaruhi oleh individu-individu
yang hidup di situ e) pandangan ilmiah yang mekanistik demikian akan
berimplikasi pada sifat dualistik. Ada yang utama dan adalyang tidak utama
seperti dalam koorporate. Artinya, secara teoritis etika egosentris menempatkan
individu manusia sebagai bagian paling pokok dalam membangun lingkungan
social (J. Sudriyanto, 1992: 15).


OLEH:
7.Etika Homosentris
Etika homosentris bertolak belakang dengan etika egosentris dalam arti jika
egosentris lebih menekankan pada individu, maka etika homosentrisme lebih
menitikberatkan pada masyarakat. Model-model yang dijadikan dasarnya adalah
kepentingan social dengan memperhatikan hubungan antara pelaku dengan
lingkungan yang mampu melindungi sebagian besar hajat masyarakat.Sony keraf
(1990: 34) mensinyalir adanya kesamaan antara etika egosentrisme, etika
homosentrisme, dan etika utilitarianisme. Ketiganya sama-sama mendasarkan diri
pada tujuan. Peniliana baik buruk suatu tindakan tergantung pada tujuannya dan
akibat dati tindakan itu, inilah inti dari utilitarianisme. Tujuan dan akibat
tindakan pada etika egosintrisme dialamatkan pada tujuan dan manfaat pribadi
individu. Tujuan dan akibat tindakan pada etika homosentrisme diukur dengan
sajauhmana tujuan dan akibat baik bagi sabanyak mungkin masyarakat dapat
dicapai. Akan tetapi homosentrisme lebih dekat dengan utilitarianisme bahkan
keduanya dapat dijadikan sebagai etika universal.
Asumsi yang digunakan oleh etika homosentrisme adalah sifat organis
mekanis dari alam. Setiap bagian merupakan bagian-bagian organ dari bagian
lainnya. Jika salah satu bagian hilang maka keseluruhan akan kurang bahkan
tidak berguna. Antar bagian dari suatu keseluruhan memiliki hubungan yang
tidak terpisahkan dan bersifat saling mempengaruhi. Sayangnya, menurut J.
Sudriyanto (1990: 16), dengan pandangan demikian sumber-sumber kekayaan
alam dikuras terus menerus dengan dalih demi kepentingan dan kemajuan
masyarakat.
OLEH:
8.Etika Ekosentrisme
Etika ekosentris merupakan aliran etika yang ideal sebagai pendekatan
dalam mengatasi krisis ekologi dewasa ini. Hal ini disebabkan karena etika
ekosentris lebih berpihak pada lingkungan secara keseluruhan, baik biotik
maupun abiotik. Hal terpenting dalam pelestarian lingkungan menurut etika
ekosentris adalah tetap bertahannya segala yang hidup dan yang tidak hidup
sebagai komponen ekosistem yang sehat. Benda-benda kosmis memiliki
tanggung jawab moralnya sendiri seperti halnya manusia, oleh karena itu
diperkirakan memilliki haknya sendiri juga. Karena pandangan yang demikian
maka etika ini sering kali disebut juga deep ecology (J. Sudriyanto, 1992: 243).
Deep ecology juga disebut etika bumi. Bumi dianggap memperluas ikatanikatan
komunitas secara kolektif yang terdiri atas manusia, tanah, air, tanaman,
binatang. Bumi mengubah peran homo sapiens manusia menjadi bagian susunan
warga dirinya. Sifat holistik ini menjadikan adanya rasa hormat terhadap bagian
yang lain. Etika ekosentris mempercayai bahwa segala sesuatu selalu dalam
hubungan dengan yang lain, di samping keseluruhan bukanlah sekedar
penjumlahan-penjumlahan. Jika bagian berubah, keseluruhan akan berubah pula.
Tidak ada bagian dalam sesuatu ekosistem yang dapat diubah tanpa mengubah
bagian yang lain dan keseluruhan.

No comments:

Translate

Tuesday, January 3, 2012

ANTROPOSENTRISME,.BIOSENTRISME DAN EKOSENTRISME,.TEOSENTRISME

1.ANTROPOSENTRISME
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang
mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.


2.BIOSENTRISME DAN EKOSENTRISME
Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrism).

3.TEOSENTRISME
Teosentrisme merupakan teori etika lingkungan yang lebih memperhatikan lingkungan secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Pada teosentrism, konsep etika dibatasi oleh agama (teosentrism) dalam mengatur hubungan manusia dengan lingkungan. Untuk di daerah Bali, konsep seperti ini sudah ditekankan dalam suatu kearifan lokal yang dikenal dengan Tri Hita Karana (THK), dimana dibahas hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan (Palemahan).






OLEH:
4. Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Pada hakekatnya pembangunan berkelanjutan merupakan aktivitas memanfaatkan seluruh sumberdaya, guna meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat manusia. Pelaksanaan pembangunan pada dasarnya juga merupakan upaya memelihara keseimbangan antara lingkungan alami (sumberdaya alam hayati dan non hayati) dan lingkungan binaan (sumberdaya manusia dan buatan), sehingga sifat interaksi maupun interdependensi antar keduanya tetap dalam keserasian yang seimbang. Dalam kaitan ini, eksplorasi maupun eksploitasi komponen-komponen sumberdaya alam untuk pembangunan, harus seimbang dengan hasil/produk bahan alam dan pembuangan limbah ke alam lingkungan. Prinsip pemeliharaan keseimbangan lingkungan harus menjadi dasar dari setiap upaya pembangunan atau perubahan untuk mencapai kesejahteraan manusia dan keberlanjutan fungsi alam semesta.Sistem masukan dan keluaran dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan, dapat dikontrol dari segi sains dan teknologi. Penggunaan perangkat hasil teknologi diarahkan untuk tidak merusak lingkungan alam, serta bersifat ‘teknologi bersih’, dan mengutamakan sistem daur ulang. Arah untuk menjadikan produk ramah lingkungan, dan menekan beaya eksternal akibat produksi tersebut harus menjadi orientasi bagi setiap usaha pemanfaatan sumberdaya alam untuk kesejahteraan masyarakat. Mekanisme pengaturan keseimbangan sistem masukan dan keluaran akan ditentukan oleh kepedulian atau komitmen sumberdaya manusia, sistem yang berlaku, infrastruktur fisik, sumberdaya lain yang dibutuhkan. Dengan prinsip keterlanjutan, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan perlu disusun dalam arah strategis untuk menyelamatkan aset lingkungan hidup bagi generasi mendatang. Upaya peningkatan kesejahteraan manusia harus seiring dengan kelestarian fungsi sumberdaya alam, agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga dan potensi keanekaragaman hayati tidak akan menurun kualitasnya.
OLEH:
5. Tata Ruang dan Pengelolaan Lingkungan
Tata ruang adalah wujud struktural pola pemanfaatan ruang, baik yang direncanakan maupun tidak, sedangkan yang dimaksud ruang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan. Kegiatan manusia dan makhluk hidup lainnya membutuhkan ruang untuk berbagi lokasi pemanfaatan ruang.Lingkungan hidup sebagai media hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan unsur alam yang terdiri dari berbagai proses ekologi merupakan satu kesatuan yang mantap. Sehingga perencanaan dan pengelolaannya harus memperhatikan lingkungan hidup yang sesuai dengan dasar dari pembangunan berkelanjutan.Perencanaan dan pengelolaan lingkungan hidup harus di dasarkan pada prinsip Pembangunan Berkelanjutan (PB) yang berwawasan lingkungan. Komitmen untuk mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial dalam melaksanakan Pembangunan Berkelanjutan harus dilakukan secara konsisten, melalui pendekatan holistik. Dengan demikian, setiap usaha untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan, perlu didasari dengan semangat kebersamaan, kemitraan, keberlanjutan dan akuntabilitas pada semua fihak yang terkait dengan Pembangunan Berkelanjutan. Kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keberlanjutannya merupakan tugas bersama dari pemerintah, swasta dan masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH), dan bertumpu pada kemitraan pemerintah dan masyarakat. Upaya untuk memperluas jangkauan kepedulian dan kesadaran lingkungan hidup perlu terus ditumbuhkan, agar dapat mengikat komitmen semua fihak yang terkait guna terwujudnya Pembangunan Berkelanjutan. Untuk itu diperlukan panduan integrative untuk dapat secara nyata memasukkan pertimbangan lingkungan ke dalam seluruh perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di Indonesia.
OLEH:
6.Etika Egosentris
Etika egosentris adalah etaika yang berdasarkan ego (diri). Focus etika ini
adalah suatu keharusan untuk melakkukan tindakan yang baik bagi diri, self.
Kebaikan individu adalah kebaikan masyarakat merupakan klaim yang dianggap
sah. Orientasi etika egosentris didasarkan pada filsafat individualisme dengan
pandangan bahwa individu merupakan atom sosial yang berdiri sendiri (J.
Sudriyanto, 1992: 14).
Menurut Sony Keraf (1990: 31) etika egosentrisme mempercayai bahwa
tindakan setiap orang pada dasarnya bertujuan mengejar kepentingannya sendiri
dan demi keuntungan dan kemajuannya pribadi. Dengan demikian manusia
merupakan pelaku rasional dalam mengusahakan hidup dengan memanfaatkan
alam yang berdasarkan pada kenyataan pandangan yang mekanistik.
Teori sosial liberal merupakan penopang utama pandangan atomisme
tersebut. Lima point pokok sebagai ajaran dalam atomisme itu yakni: a)
pengetahuan mekanistik mengasumsikan bahwa segala sesuatu terdiri dari
bagian-bagian yang terpisah. Jika atom-atom merupakan komponen dari alam,
maka manusia sebagai atom merupakan komponen riil dari masyarakat b)
keseluruhan merupakan hasil penjumlahan dari bagian-bagian. Jika demikian,
maka masyarakat pada hakikatnya merupakan penjumlahan dari individuindividu
sebagai pelaku yang rasional c) pandangan mekanistik menerima asumsi
bahwa sebab yang datang dari luar berlaku dalam bagian-bagian internal. Oleh
karena itu hokum dan aturan-aturan yang dating dari penguasa sebagai bagian
eksternal akan dipertimbangan oleh masyarakat secara positif d) perubahan
keseluruhan terjadi karena perubahan pada bagian-bagian, sama halnya dengan
masyarakat yang perubahan bangunannya dipengaruhi oleh individu-individu
yang hidup di situ e) pandangan ilmiah yang mekanistik demikian akan
berimplikasi pada sifat dualistik. Ada yang utama dan adalyang tidak utama
seperti dalam koorporate. Artinya, secara teoritis etika egosentris menempatkan
individu manusia sebagai bagian paling pokok dalam membangun lingkungan
social (J. Sudriyanto, 1992: 15).


OLEH:
7.Etika Homosentris
Etika homosentris bertolak belakang dengan etika egosentris dalam arti jika
egosentris lebih menekankan pada individu, maka etika homosentrisme lebih
menitikberatkan pada masyarakat. Model-model yang dijadikan dasarnya adalah
kepentingan social dengan memperhatikan hubungan antara pelaku dengan
lingkungan yang mampu melindungi sebagian besar hajat masyarakat.Sony keraf
(1990: 34) mensinyalir adanya kesamaan antara etika egosentrisme, etika
homosentrisme, dan etika utilitarianisme. Ketiganya sama-sama mendasarkan diri
pada tujuan. Peniliana baik buruk suatu tindakan tergantung pada tujuannya dan
akibat dati tindakan itu, inilah inti dari utilitarianisme. Tujuan dan akibat
tindakan pada etika egosintrisme dialamatkan pada tujuan dan manfaat pribadi
individu. Tujuan dan akibat tindakan pada etika homosentrisme diukur dengan
sajauhmana tujuan dan akibat baik bagi sabanyak mungkin masyarakat dapat
dicapai. Akan tetapi homosentrisme lebih dekat dengan utilitarianisme bahkan
keduanya dapat dijadikan sebagai etika universal.
Asumsi yang digunakan oleh etika homosentrisme adalah sifat organis
mekanis dari alam. Setiap bagian merupakan bagian-bagian organ dari bagian
lainnya. Jika salah satu bagian hilang maka keseluruhan akan kurang bahkan
tidak berguna. Antar bagian dari suatu keseluruhan memiliki hubungan yang
tidak terpisahkan dan bersifat saling mempengaruhi. Sayangnya, menurut J.
Sudriyanto (1990: 16), dengan pandangan demikian sumber-sumber kekayaan
alam dikuras terus menerus dengan dalih demi kepentingan dan kemajuan
masyarakat.
OLEH:
8.Etika Ekosentrisme
Etika ekosentris merupakan aliran etika yang ideal sebagai pendekatan
dalam mengatasi krisis ekologi dewasa ini. Hal ini disebabkan karena etika
ekosentris lebih berpihak pada lingkungan secara keseluruhan, baik biotik
maupun abiotik. Hal terpenting dalam pelestarian lingkungan menurut etika
ekosentris adalah tetap bertahannya segala yang hidup dan yang tidak hidup
sebagai komponen ekosistem yang sehat. Benda-benda kosmis memiliki
tanggung jawab moralnya sendiri seperti halnya manusia, oleh karena itu
diperkirakan memilliki haknya sendiri juga. Karena pandangan yang demikian
maka etika ini sering kali disebut juga deep ecology (J. Sudriyanto, 1992: 243).
Deep ecology juga disebut etika bumi. Bumi dianggap memperluas ikatanikatan
komunitas secara kolektif yang terdiri atas manusia, tanah, air, tanaman,
binatang. Bumi mengubah peran homo sapiens manusia menjadi bagian susunan
warga dirinya. Sifat holistik ini menjadikan adanya rasa hormat terhadap bagian
yang lain. Etika ekosentris mempercayai bahwa segala sesuatu selalu dalam
hubungan dengan yang lain, di samping keseluruhan bukanlah sekedar
penjumlahan-penjumlahan. Jika bagian berubah, keseluruhan akan berubah pula.
Tidak ada bagian dalam sesuatu ekosistem yang dapat diubah tanpa mengubah
bagian yang lain dan keseluruhan.

No comments: